Saksi Belum Terima Ganti Rugi Tanah

Padang, haluan

Tiga orang Saksi dihadirkan jaksa pada sidang lanjutan perkara SPj (Surat Pertanggungjawaban) fiktif di PN Tipikor Padang, Jumat (6/4). Ketiga saksi mengakui belum terima uang ganti rugi tanah, tapi telah menerima ganti rugi bangunan.

Dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi yang merugikan keuangan negara hingga Rp62,5 miliar itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Munandar Cs kembali menghadirkan tiga orang saksi. Para saksi tersebut merupakan masyarakat penerima ganti rugi tanah dalam proyek pembangunan strategis tersebut.

Saksi Ratna Eli mengakui dua kuitansi atas namanya untuk ganti rugi tanahnya yang berada pada Jalan Samudera saat diperiksa oleh penyidik di Polda Sumbar.

“Saya tidak pernah menerima uang sebanyak itu atas ganti rugi tanah majelis hakim, dan saya tidak mengetahui sama sekali adanya kuitansi atas nama saya, baru ketika pemeriksaan di Polda Sumbar kemarin itu, saya mengetahuinya,” kata Ratna Eli kepada majelis hakim.

Dijelaskannya, rumah miliknya tersebut berdiri di atas tanah yang disewa kepada orang lain.

Jadi ia tidak pernah menerima ganti rugi tanah, dan tanah yang disewa tersebut juga tidak memiliki sertifikat.

“Saya hanya menerima ganti rugi bangunan saja, kalau masalah tanah saya tidak tahu, tanah tempat berdirinya rumah saya melalui proses sewa,” terang Ratna Eli.

Selanjutnya, saksi Hartini yang menerima ganti rugi bangunan di Jalan Samudra mengakui ia menerima Rp103 juta untuk ganti rugi rumahnya yang semi permanen. Uang tersebut ditransfer ke rekening bank miliknya.

“Waktu itu memang ada pertemuan bersama, dan dijelaskan nilai ganti ruginya. Saya menerima Cuma ganti bangunan sementara tanah belum ada kesepakatan nilainya,” kata Hartini.

Waktu itu, jelas Hartini, pemerintah hanya sanggup memberikan ganti rugi untuk tanah yang sudah bersertifikat Rp750 ribu per meternya dan yang tidak memiliki sertifikat dipertimbangkan terlebih dahulu. Namun, masyarakat tidak terima karena terlalu rendah.

“Dalam pertimbangannya, tanah yang tidak memiliki  mengakui ia menerima Rp103 juta untuk ganti rugi rumahnya yang semu permanen. Uang tersebut ditransfer ke rekening bank miliknya.

“Waktu itu memang ada pertemuan bersama, dan dijelaskan nilai ganti ruginya. Saya menerima Cuma ganti bangunan sementara tanah belum ada kesepakatan nilainya,” kata Hartini.

Waktu itu, jelas Hartini, pemerintah hanya sanggup memberikan ganti rugi untuk tanah yang sudah bersertifikat Rp750 ribu per meternya dan yang tidak memiliki sertifikat dipertimbangkan terlebih dahulu. Namun, masyarakat tidak terima karena terlalu rendah.

“Dalam pertimbangannya, tanah yang tidak memiliki sertifikat diganti Rp350 ribu. Tidak ada yang sepakat dengan harga itu, makannya diganti rugi terlebih dagulu bangunan saja dan hingga saat ini tidak pernah ada ganti rugi atas tanah di sana (Jalan Samudera),” ujarnya.

Sementara saksi Mardiani mengatakan pernah menerima ganti rugi untuk rumahnya yang permanen Rp1,1 juta permeter yang terletak di kawasan Pampangan Lubuk Begalung Padang.

“Rumah saya diganti Rp217 juta, uangnya ditransfer ke rekening saya. Setelah saya menandatangani kuitansi di balai kota,” katanya.

Atas kesaksian tersebut, terdakwa Yusafni yang didampingi Penasihat Hukum (PH) Teguh tidak membantah pernyataan yang disampaikan saksi dihadapan Majelis hakim yang diketuai oleh Irwan Munir dan hakim anggota Emria serta Very Desmarera.

Selanjutnya majelis hakim meminta JPU dari Kejaksaan Negeri Padang Munandar Cs, untuk menjadwalkan persidangan untuk selanjutnya dua kali dalam seminggu yakni Senin dan Rabu.

“Selanjutnya sidang kita tunda hingga Senin (9/4) dengan agenda keterangan saksi,” sebut hakim Irwan Munir sembari mengetuk palu.

Sebelumnya dalam dakwaan JPU yang dikatakan, perbuatan korupsi yang dilakukan Yusafni disebutkan dilakukan secara bersama. Nama Suprapto, mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Sumbar (kini Dinas PUPR-red) paling sering disebut JPU.

Dia ikut terlibat secara bersama-sama melakukan korupsi dengan Yusafni. Suprapto kini sedang menjalani masa hukuman karena ditangkap KPK dalam kasus suap terhadap anggota Komisi III DPR Fraksi Demokrat, I Putu Sudiartana sebesar Rp500 juta. Dia sudah divonis 34 bulan oleh majelis hakim.

Perbuatan itu dilakukan sejak tahun 2012 sampai 2016, dalam kegiatan pengadaan tanah untuk sejumlah proyek di Sumbar. Total kerugian negara sebesar Rp62,5 miliar. Yusafni disebutkan menyalahgunakan kewenangan, serta membuat SPj fiktif lebih dari satu.

Dia juga dianggap melakukan pengadaan tanah dengan cara memalsukan daftar nama pemilik tanah yang nantinya akan menerima ganti rugi, memotong anggaran, dan melaklukan penggelembungan. Yusafni berbuat dalam dua jabatan yang berbeda.

Selengkapnya…